Selasa, 15 Mei 2012

Psikologi Belajar

Posted by enal young gunnerz on 12.04

HUBUNGAN ANTARA PERKEMBANGAN DAN BELAJAR
Perkembangan sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan. Berkembng tiu tidak sama dengan tumbuh, perkembangan ialah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah bukan organ jasmaniahnya itu sendiri yaitu penyempurnaan fungsi psikologis organ-organ fisik. Perkembangan pada dasarnya ialah tahapan perubahan pada diri pribadi manusia yang dimulai dari sejak lahir hingga akhir hidupnya. Perkembangan tersebut terdiri atas perkembangan motor, perkembangan kognitif, perkembangan social dan moral. Dan yang berkembang adalah aspek-aspek system syaraf, otot-otot, fungsi kelenjar edoktrin, dan struktur jasmani.
Proses perkembangan kognitif meliputi tahap-tahap sebagai berikut, sensori-motor, praoperasional, konkret-operasional, dan formal-operasional. Proses belajar dihubungkan langsung dengan kegiatan siswa ketika menjalani proses belajar (prilaku mempelajari materi) baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Dengan demikian, selain proses perkembangan dan proses belajar itu sendiri, sosok manusia akan menjadi sorotan utama yaitu siswa. Namun, tentu saja sosok manusia pendidik khususnya guru juga tak luput dari sorotan.
Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada otak ini, dalam persfektif psikologi kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni rana afektif atau rasa dan ranah psikomotor atau karsa. Walaupun demikian, tidak berarti fungsi afektif dan psikomotor seorang siswa tidak perlu diperhatikan. Kedua fungsi psikologis siswa ini juga penting, tapi seyogianya cukup dipandang sebagai buah-buah keberhasilan atau kegagalan perkembangan dan aktivitas fungsi kognitif.
 Skema sensori-motor ialah perilaku terbuka yang bersifat jasmaniah yang tersusun secara sistematis dalam diri bayi untuk merespons lingkungan, sedangkan skema kognitif adalah tatanan langkah akliah untuk memahami dan menyimpulkan lingkungan yang direspon. Arti penting perkembngan kognitif siswa ialah untuk, mengembangkan kecakapan kognitif, mengembangkan kecakapan afektif, dan mengembangkan kecakapan psikomotor. Proses perkembangan social dan moral siswa menurut teori piaget meliputi tahap-tahap yaitu, realisme moral, otonomi realisme, dan resiprositas moral. Proses perkembangan pertimbangan moral menurut teori kognitif versi Kohlberg meliputi tiga tingkatan yaitu, moralitas prakonvensional, moralitas konvensional, dan moralitas pascakonvensional.
Upaya guru dalam mengembangkan keterampilan ranah kognitif pada siswanya merupakan hal yang sangat penting jika guru tersebut menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-ranah psikologis lainnya.
Prosedur pengambangan prilaku social dan belajar menurut teori belajar social meliputi, conditioning, imitation (peniruan) terhadap prilaku model. Pengembangan fungsi kognitif dilakukan dengan cara, proses PMB memahami, meyakini, dan mengaplikasikan isi dan nilai materi pelajaran serta proses PMB memecahkan masalah dengan mengaplikasikan isi dan nilai materi pelajaran.
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran. Seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Kepada para siswa seyogianya dijelaskan contoh-contoh dan peragaan sepaanjang memungkinkan agar mereka memahami signifikansi materi dan hubungannya dengan materi-materi lain. Kecuali itu, guru juga sangat diharapkan mampu menjelaskan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi yang ia ajarkan, sehingga keyakinan para siswa terhadap faedah materi tersebut semakin tebal dan pada gilirannya kelak ia akan mengembangkan dan mengaplikasikannya dalam situasi yang relevan.
Selanjutnya, guru juga dituntut untuk megambangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan penetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesan-pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya. Seiring dengan upaya ini, guru diharapkan tak bosan-bosan melatih penggunaan procedural knowledge (pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu) yang relevan dengan deklaratif knowledge, yakni pengetahuan normatif yang ia ajarkan.
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif itu berpengaruh besar terhadap berkembangnya kecakapan psikomotor para siswa yang berprestasi baik (dalam arti yang luas dan ideal) dalam bidang pelajaran agama sudah tentu akan lebih rajin beribadah shalat, puasa, dan mengaji. Dia juga tidak akan segan-segan member pertolongan atau bantuan kepada orang yang memerlukan sebab ia merasa member bantuan itu adalah kebajikan (afektif). Sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dai pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).


KONSEP DASAR BELAJAR
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandang, kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Definisi belajar pada dasarnya ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang relative positive dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehingga perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses belajar. Belajar memilki arti penting bagi siswa dalam melaksanakan kewajiban keagamaan, meningkatkan derajat kehidupan, serta mempertahankan dan mengembangkan kehidupan. Ditinjau dari aspek psikologi, antara belajar, memori, dan pengetahuan terdapat hubungan yang tak terpisahkan. Dibandingkan dengan sudut pandang Islam yaitu belajar untuk memperoleh pengetahuan menggunakan memori dan sensori itu hukumnya wajib. Alhasil, secara ringkas dapat dikatakan bahwa kualitas hasil proses perkembangan manusia itu banyak terpulang pada apa dan bagaimana ia belajar. Selanjutnya, tinggi rendahnya kualitas perkembangan manusia (yang pada umunya merupakan hasil belajar) akan menentukan masa depan peradaban manusia itu sendiri.
Seorang siswa yang menempuh proses belajar, idealnya ditandai oleh munculnya pengalaman-pengalaman kejiwaan baru yang positif dan diharapkan dapat mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan yang konstruktif, bukan kecakapan yang destruktif (merusak). Nah, untuk mencapai itu semua kemampuan para pendidik terutama guru dalam membimbng belajar murid-muridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profisiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya, harapan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai. Karena berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil belajar yang dicapai peserta didik.
Bagaimanapun, peristiwa beljar yang dialami manusia itu bukan semata-mata masalah respons terhadap stimulus (rangsangan) yang ada, melainkan karena adanya pengaturan “self-regulation” dan pengarahan diri “self-direction” yang dikontrol oleh otak dan hamper pasti berperan lebih penting. Fungsi otak sebagai pengendali seluruh aktivitas mental dan behavioral, sangat menentukan proses belajar manusia. Amat sulit diragukan bahwa dalam otak itulah system memori atau system akal manusia tersimpan. Dengan system akal tersebut manusia dapatt belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan dan mereproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini.  Alhasil, belajar pada hakikatnya merupakan proses kognitif yagn mendapat dukungan dari fungsi ranah psikomotor yang meliputi mendengar, melihat, mengucapkan. Kecerdasan seseorang tidak dapat ditentukan oleh potensi dasar/pembawaanya saja, tetapi juga oleh seberapa banyak pengetahuan yang ia miliki sebagai hasil pengalaman belajarnya. Apapun jenis dan manifestasi belajar yang dilakukan siswa, hamper dapat dipastikan selalu melibatkan fungsi ranah akalnya yang intensitas penggunaannya tentu berbeda antara satu peristiwa belajar dengan peristiwa belajar lainnya.
Teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Di dalamnya ada yang disebut dengan teori koneksionisme, pembiasaan klasik, pembiasaan prilaku respons, pembiasaan asosiasi dekat. Yang keempat-empatnya bersifat behavioristik (hanya memperhatikan prilaku jasmaniah semata. Ada pula teori kognitif yang beranggapan bahwa belajar adalah peristiwa mental bukan semata-mata behavioral. Serta ada juga yang disebut teori belajar social, yang berbasis teori behaviorisme tapi dipatndang moderat karena memperhatikan arti penting aspek kognitif manusia.
Menurut aliran behaviorisme, setiap siswa lahir tanpa warisan atau pembawaan apa-apa dari orang tuanya, dan belajar adalah kegiatan reflex-refleks jasmani terhadap stimulus yang ada serta tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan/pembawaan, semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah manusia kontak dengan alam sekitar terutama alam pendidikan. Aliran behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah teori psikologi, sebab tidakmemperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta seperti berfikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Selain ini, aliran behaviorisme tidak mau tahu urusan ranah rasa.  Yang berbanding terbalik dengan aliran kognitif. Karena aliran ini menganggap stiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya sendiri, factor bawaan ini memungkinkan siswa untuk menentukan merespons atau tidak tehadap stimulus, sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot.
Untuk itu semua, siswa harus melalui proses dan tahapan-tahapan dalam belajar. Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan prilaku kognitif, afektif dan psikomotor yang terjadi dalm diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif, dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Sedangkan tahap-tahapnya terdiri dari tahap informasi (tahap penerimaan materi), dalam tahap ini siswa memperoleh sejumlah keterangan mengenai maateri yang sedang dipelajari, baik itu informasi baru maupun itu sebagai tambahan-tambahan untuk memperjelas informasi yang telah ada. Berikutnya yaitu tahap transformasi (tahap pengubahan materi), di sini informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah menjadi bentu yang abstrak/konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas. Dan terakhir yaitu tahap evaluasi (tahap penilaian materi), pada tahap ini seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah diinformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Untuk mengidentifikasi tingkat penguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh mereka membuat atau melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakan sarana post-test. Tahap terakhir adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement, “penguatan” bersemayamnya segala informasi dalam memori peserta didik. Guru dianjurkan untuk member pujian, hadiah, atau nilai tertentu kepada para peserta didik yang berkinerja memuaskan sementara itu kepada mereka yang belum, maka perlu diyakinkan akan arti penting pengusasaan materi atau perilaku yang disajikan model atau guru bagi kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini, ada baiknya ditunjukkan pula bukti-bukti kerugian orang yang tidak menguasai materi atau perilaku tersebut.



KARAKTERISTIK, MANIFESTASI, DAN RAGAM BELAJAR
Ciri khas perubahan yang menjadi karakteristik dalam belajar meliputi perubahan-perubahan yang bersifat: intensional (disengaja), positif dan aktif (bermanfaat dan hasil usaha sendiri), serta efektif dan fungsional (berpengaruh dan mendorong timbulnya perubahan baru). Kesengajaan belajar itu tidak penting, yang penting adalah cara mengeloloah informasi yang diteerima siswa pada waktu peristiwa belajar terjadi. Tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan hasil kesengajaan belajar yang kita sadari.
Manifestasi prilaku belajar tampak dalam “kebiasaan”, seperti siswa belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar. “keretampilan”, seperti menulis dan berolahraga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu membutuhkan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. “pengamatan” yakni proses menerima, menafsirkan, dan member arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara objektif sehingga siswa mampu mencapai pengertian yang benar. Berfikir “asosiatif” yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat. Berfikir “rasional dan kritis” yakni menggunakn prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti bagaimana dan mengapa. “sikap” yakni kecenderungan yang relative menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan. “inhibisi” atau menghindari hal yang mubazzir. “apresiasi” atau menghargai karya-karya yang bermutu. Tingkah laku “afektif” yakni tingkah laku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
Adapun jenis-jenis atau ragam belajar meliputi: Ragam abstrak yaitu berfikir abstrak dengan tujuan memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata seperti belajar matematika, kimia dll. Ragam keterampilan, menggunakan gerakan motorik hubungannya dengan urat-urat syaraf dan otot, termasuk olahraga, tari, music, dll. Ragam social, memahami masalah-masalah beserta teknik pemecahannya, contohnya masalah keluarga, persahabatan, dll. Ragam pemecahan masalah, menggunakan metode ilmiah atau berfikir secara logis demi memperoleh kemampuan untuk memecahkan masalah. Ragam rasional, berfikir logis dengan menggunakan akal sehat seperti memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan sebelumnya. Ragam kebiasaan,  apresiasi, dan Ragam pengatahuan/studi, belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu dengan tujuan agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya menggunakan alat-alat laboratorium.


EFISIENSI, METODE/PENDEKATAN, DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Orang melakukan usaha dengan harapan memperoleh hasil yang banyak tanpa mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu yang banyak pula. Efisiensi belajar adalah konsep yang mencerminkan perbandingan terbaik antara usaha belajar dan hasil belajar. Jadi, ada belajar yang efisien ditinjau dari sudut usaha dan ada pula efisien ditinjau dari sudut hasil. Manifestasi perilaku belajar tampak dalam: kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfilir asosiatif dan daya ingat, berfikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi, dan tingkah laku afektif.
Ragam pendekatan belajar terdiri atas, pendekatan hokum Jost, yang berasumsi bahwa siswa yang lebih sering memperhatikan materi pelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang behubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Pendekatan Ballard & Clanchy, pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan.  serta pendekatan Biggs, pendekatan belajar pada umumnya digunakan pada siswa berdasarkan motifnya, bukan karena sikapnya terhadap pengetahuan. Ragam metode belajar terdiri atas SQ3R (survey, questions, read, recite, review) dan PQ4R (preview, questions, read, reflect, recite, review).
Factor-faktor yang mempengaruhi belajar terdiri atas factor internal (aspek fisiologis keadaan dan kondisi jasmani dan rohani siswa contohnya keadaan mata dan telinga), factor eksternal (lingkungan social, lingkungan nonsosial “rumah, gedung sekolah, dan sebagainya”, dan yang terakhir adalah factor pendekatan belajar siswa, jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.


TRANSFER, LUPA, JENUH DAN KESULITAN BELAJAR
Transfer belajar ialah pengaruh kecakapan hasil belajar dalam sebuah situasi terhadap kegiatan belajar dengan situasi lainnya atau juga pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya, yakni pemindahan pengaruh atau pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu lainnya. Ragam transfer terdiri atas, transfer positif (mempermudah kegiatan belajar lainnya), transfer negative (mempersulit kegiatan belajar lainnya), transfer vertical (mempermudah belajar pengetahuan yang lebih tinggi), dan transfer lateral (mempermudah kegiatan belajar yang setara.
Lupa adalah hilangnya kemampuan menyebut atau melakukan kembali informasi atau kecakapan yang telah tersimpan dalam memori. Factor-faktor penyebab lupa meliputi, gangguan proaktif (gangguan pengetahuan lama terhadap pengetahuan baru), gangguan retroaktif (gangguan pengetahuan baru terhdap pengetahuan lama), represi (penekanan pengatahuan baik disengaja maupun tidak), perbedaan situasi  antara waktu belajar dan waktu mereproduksi, perubahan minat dan sikap terhadap pengetahuan yang bersangkutan, tidak pernah latihan/tidak pernah dipakai, dan kerusakan jaringan-jaringan syaraf otak.
Kejenuhan belajar (plateau) adalah rentang waktu tertentu yang dipakai untuk belajar tapi tidak mendatangkan hasil. Factor-faktor penyebab kejenuhan belajaar meliputi, kecemasan terhadap dampak keletihan terutama keletihan mental, kecemasan terhadap patokan keberhasilan yang terlalu tinggi, situasi kompetitif yang ketat dan memerlukan kerja intelek yang berat, pemaksaan diri dalam mencapai kinerja akademik yang optimum tanpa diiringi dengan peningkatan intensitas belajar.
Kesulitan belajar dapat diketahui dari menurunnya kinerja akademik dan munculnya misbehavior siswa baik yang berkapasitas tinggi maupun yang berkapasitas rendah, karena factor intern dan ekstern siswa. Diagnosis adalah upaya identifikasi fenomena yang menunjukkan adanya kesulitan belajar siswa, sedangkan diagnostic berarti langkah-langkah procedural dalam rangka diagnosis (penentuan jenis penyakit/kesulitan belajar). Langkah-langkah mengatasi kesulitan belajar terdiri atas: analisis hasil diagnosis, identifikasi kecakapan yang perlu perbaikan, dan penyusunan program remedial teaching. Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya ketetapan sebagai berikut: tujuan pengajaran remedial, materi pengajaran remedial, metode pengajaran remedial , alokasi waktu, dan teknik evaluasi pengajaran remedial.


EVALUASI DAN PRESTASI BELAJAR
Evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan program belajar siswa, yang bertujuan antara lain untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai siswa, dan berfungsi antara lain untuk menentukan posisi siswa dalam kelompoknya. Pentingnya evaluasi sangat disadari oleh guru, siswa, dan orang tua. Bagi guru dengan adanya evaluasi, dapat dengan mudah mengelompokkan siswa dalam kelompok kelasnya dan mngetahui sejauh mana keberhasilan tehnik pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Sementara bagi siswa, dengan adanya evaluasi, otomatis muncul penilaian dari guru terhadap dirinya sehingga siswa juga dapat mengetahui sejauh mana dia mampu memanfaatkan kapasitas kognitifnya. Untuk orang tua, dengan adanya evaluasi, kebutuhan akan ketidaktahuan dalam membimbing anak- anaknya dapat terpenuhi, serta bisa mendorong untuk lebih mendidik anak- anaknya.
Evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berenacana dan berkesinambungan, ragamnya pun banyak mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks. Ragam evaluasi terdiri atas: pre-test dan post-test, evaluasi prasyarat, evaluasi diagnostic, evaluasi formatif, evaluasi sumatif, dan ujian akhir nasional (UAN). Evaluasi prestasi hasil belajar meliputi: prestasi kognitif, prestasi afektif, dan prestasi psikomotor. Evaluasi prestasi kognitif dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan test tertulis maupun test lisan dan perbuatan. Evaluasi prestasi afektif dapat dilakukan dengan menggunakan Skala Likert dan atau deferensial semantic yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap siswa mulai sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap situasi yang harus direspons. Evaluasi prestasi psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi prilaku jasmaniah siswa dan dicatat dalam format observasi keterampilan melakukan pekerjaan tertentu.
Pendekatan Acuan Norma (PAN) untuk mengevaluasi tinggi-rendahnya nilai seorang siswa berdasarkan hasil perbandingan skor atau presentase jawaban benar yang dicapai kelompoknya, sedang Pendekatan Acuan Kriteria (PAK) untuk mengevaluasi keberhasilan belajar siswa berdasarkan criteria tertentu yangdijadikan Patokan mutlak. Batas minimal keberhasilan siswa (passing grade) pada umumnya adalah 5,5 atau 6,0 untuk skala nilai 0,0-10, dan 55 atau 60 untuk skala nilai 10-100, tetapi untuk pelajaran inti (core subject) batas minimalnya adalah 6,5 atau 7,0 atau bahkan 8,0 jika pelajaran inti tersebut memerlukan mastery learning. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indicator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.

0 komentar:

Posting Komentar

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Search Site